Pengertian penelitian

Tanya:
Apakah yang disebut dengan penelitian ilmiah itu?

Jawab:
Penelitian ilmiah adalah sebuah pencarian jawaban dengan menggunakan metoda atau langkah-langkah yang sistematis. Seorang peneliti tidak bekerja hanya menggunakan firasat atau duga-duga. Misalnya, seperti seorang polisi yang mencari seorang penjahat. Mereka tidak bisa langsung menuduh seseorang sebagai penjahat yang dicari. Mereka baru bisa mengatakan seseorang sebagai penjahat jika mereka telah memiliki sejumlah bukti yang bisa menunjukkan bahwa orang tertentu memang melakukan kejahatan.
Tanya:
Ada berapa jenis penelitian itu sebenarnya?

Jawab:
Menurut sampelnya, penelitian bisnis bisa dibagi menjadi dua jenis penelitian: studi kasus dan studi empiris.


Tanya:
Apa beda penelitian studi kasus dengan studi empiris?

Jawab: Pertama dari jumlah sampel. Studi kasus hanya melibatkan satu sampel saja sebagai subyek penelitian. Misalnya sebuah perusahaan, sebuah wilayah, atau sebuah produk. Sedangkan studi atau penelitian empiris melibatkan sampel yang lebih banyak atau beberapa sampel dalam jangka waktu yang panjang. Tapi, penelitian kasus pun bisa dilakukan dalam jangka waktu yang panjang. Kedua dari tujuan. Studi kasus hanya untuk menjawab permasalahan yang sedang terjadi, terutama yang berhubungan dengan subyek yang ingin diteliti. Misalnya, peneliti ingin mengetahui bagaimana strategi sebuah perusahaan angkutan dalam menyiasati kenaikan bahan bakar minyak (BBM) agar tidak kehilangan pendapatan. Sedangkan penelitian empiris bertujuan untuk mencari generalisasi atas suatu pertanyaan yang berhubungan dengan sejumlah subyek Misalnya, apakah kenaikan harga BBM mempengaruhi keuntungan perusahaan angkutan penumpang. Jika peneliti hanya meneliti satu subyek saja, jawaban yang ia dapatkan kemungkinan besar tidak bisa dibenarkan untuk subyek yang lain. Misalnya, jika hanya dipilih angkutan yang melayani daerah yang relatif terpencil dan hanya dilayani oleh satu moda transportasi saja, maka kenaikan BBM kemungkinan besar tidak akan mempengaruhi pendapatan perusahaan atau jumlah penumpang. Tapi, pada daerah yang ada moda angkutan lain dan relatif tidak terpencil, simpulan yang diperoleh mungkin akan berbeda. Maka, agar suatu generalisasi bisa ditarik, peneliti harus memilih sampel yang mewakili semua kondisi-kondisi yang ada. Semakin banyak sampel yang diambil akan semakin baik.


Tanya:
Lalu, manakah penelitian yang lebih baik?

Jawab:
Tergantung dari masalah yang dihadapi peneliti dan tujuan penelitian. Jika peneliti ingin memecahkan masalah yang dihadapi oleh sebuah perusahaan, misalnya masalah rendahnya produksi, maka studi kasus lebih cocok. Tapi jika peneliti ingin mencari jawaban atas masalah yang ada dan ia ingin agar jawabannya itu bisa digeneralisir atau bisa diterapkan pada, misalnya, perusahaan yang lain, maka ia sebaiknya melakukan penelitian empirik yang representatif dan banyak.


Tanya:
Berarti simpulan dari sebuah penelitian kasus tidak bisa diterapkan untuk sampel yang berbeda?

Jawab:
Kemungkinan besar tidak bisa. Setiap kasus memiliki keunikan yang berbeda. Sebuah penelitian kasus dilakukan dengan mendalam terhadap subyek yang diamati, sehingga simpulan tersebut menjadi unik dan tidak berlaku pada subyek yang lain tanpa benar-benar membandingkan karakteristik kedua sampel/subyek.


Tanya:
Apakah yang disebut dengan broad problem area atau area masalah?

Jawab:
Area masalah wilayah di mana masalah itu berada. Setidaknya ada empat area masalah menurut Uma Sekaran (2005): sesuatu yang sekarang berlangsung dan perlu dipecahkan; sesuatu yang perlu ditingkatkan atau dikembangkan; ada suatu isu konseptual yang harus diperkuat; dan ada bukti empiris yang harus diperoleh.


Tanya:
Bisakah dijelaskan apa pengertian dari masing-masing area masalah tersebut?

Jawab:
Yang pertama, tentang adanya sesuatu yang harus diperbaiki. Misalnya, manajer perusahaan mengamati adanya penurunan laba perusahaan selama lima tahun terakhir. Artinya di sini ada penurunan laba yang harus dipecahkan. Misalnya penurunan laba disebabkan oleh adanya produk pesaing. Sehingga, manajer harus mencari pemecahan agar produk bisa terjual lebih banyak dan laba kembali ke posisi semula. Yang kedua, tentang adanya sesuatu yang perlu ditingkatkan. Misalnya, perusahaan yang sama, alih-alih memiliki masalah penurunan laba, tapi mereka melihat ada ceruk pasar yang bisa digarap tapi belum tergarap. Sementara kapasitas produksi perusahaan masih memungkinkan agar ceruk tersebut dipasok. Makanya, area masalahnya adalah bagaimana produksi bisa ditingkatkan agar bisa memenuhi permintaan pasar. Dua area masalah di atas biasanya merupakan wilayah penelitian studi kasus.


Tanya:
Bagaimana dengan area masalah yang ketiga dan keempat?

Jawab:
Area masalah yang ketiga adalah tentang adanya isu konseptual yang perlu diperkuat. Misalnya, Barker dan Wurgler (2004) mengemukakan sebuah teori yang disebut dengan catering theory of dividend. Menurut mereka, perusahaan akan membayar dividen jika pemegang saham meminta agar dividen dibayar, sebaliknya perusahaan tidak akan membayar dividen jika pemegang saham tidak meminta. Berarti isu konseptual yang akan diperkuat adalah apakah benar bahwa dividen hanya akan dibayar jika diminta, dan jika tidak diminta maka dividen tidak akan dibayarkan. Sedangkan yang keempat berhubungan dengan pencarian jawaban empiris tentang suatu masalah. Misalnya, seorang mahasiswa mengamati bahwa jika ada pengumuman laba kepada investor di pasar modal, maka harga saham akan meningkat karena investor menganggap perusahaan akan tetap menguntungkan di masa datang; sebaliknya, jika perusahaan mengumumkan kerugian, maka investor akan menjauhi saham perusahaan sehingga saham perusahaan akan turun. Namun, dari pengamatannya, si mahasiswa melihat ada fenomena yang berkebalikan. Ternyata, walaupun perusahaan mengalami kerugian, harga saham tetap meningkat. Di sini, terjadi pertentangan logika peneliti dengan fakta, sehingga untuk itu ia harus mencari jawabannya secara empiris tentang fenomena yang ia amati tersebut.


Tanya:
Apa sebenarnya yang disebut dengan “masalah” itu? Apakah penurunan laba seperti contoh di atas adalah suatu “masalah’?

Jawab:
Masalah adalah sesuatu yang harus diperbaiki atau dicarikan pemecahan atau jawabannya. Apakah penurunan laba adalah masalah? Belum tentu! Penurunan laba bisa disebabkan oleh banyak hal: pesaing masuk ke dalam pasar dan merebut pangsa pasar perusahaan; tenaga penjual tidak termotivasi menjual produk; barang cepat rusak sehingga banyak yang dikembalikan oleh pembeli; kos produksi yang meningkat; dan lain-lain. Jadi, penurunan laba bukan “masalah” tapi hanya gejala.

Tanya:
Apa akibat kalau kita tidak bisa membedakan masalah dengan gejala?

Jawab:
Akibatnya sama buruknya dengan memberi obat penghilang sakit datang bulan kepada orang yang mengeluh sakit perut yang sebenarnya karena diare. Artinya, kalau kita salah mendefinisikan masalah, pemecahan yang diberikan tidak akan efektif.


Tanya:
Jenis penelitian manakah yang cocok untuk penelitian untuk mahasiswa S-1?

Jawab:
Bagi mahasiswa S-1 kedua jenis penelitian boleh dilakukan dan lebih merupakan kebijakan perguruan tinggi. Misalnya target kemampuan lulusan mereka. Jika, misalnya, perguruan tinggi ingin agar lulusannya memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapinya di perusahaannya, maka jenis penelitian kasus lebih cocok daripada penelitian empirik. Namun jika perguruan tinggi menginginkan agar lulusannya untuk menjadi calon peneliti atau setidaknya memahami sebuah penelitian empirik, maka penelitian empirik lebih cocok untuk dilaksanakan. Namun, sebenarnya, kedua jenis penelitian ini bisa dilaksanakan di dalam sebuah perguruan tinggi. Selain tergantung pada kebijakan, juga sumber daya pendukung penelitian. Studi kasus membutuhkan, misalnya, akses yang sangat dalam pada perusahaan. Peneliti mungkin akan masuk ke dalam perusahaan dan membutuhkan akses data yang banyak. Sementara, pada penelitian empirik, peneliti kemungkinan besar tidak akan masuk terlalu dalam pada subyek yang ingin ia teliti, tetapi jumlah data yang ia kumpulkan akan lebih banyak dan luas dibandingkan dengan penelitian kasus. Dari sini yang dimaksud dengan penelitian adalah penelitian empirik, bukan lagi penelitian kasus walau sebagian besar diskusi berikut bisa diterapkan juga untuk penelitian kasus.

By Rahmat Febrianto On Saturday, November 15, 2008 At 3:12 PM

Memulai dan memperoleh ide penelitian

Tanya:
Bagaimana caranya untuk memulai sebuah penelitian?

Jawab:
Sebuah penelitian didefinisikan oleh sebagian ahli ibarat membangun sebuah bangunan rumah. Misalkan saat ini rumah yang hendak dibangun itu telah terbangun pondasi dan semua tiang-tiangnya dan tembok dindingnya sedang dipasang. Sebuah penelitian bisa diibaratkan dengan sebuah batu bata yang sedang dipasang oleh seorang tukang batu. Sepotong batu bata akan diletakkan di atas batu bata yang telah dipasang sebelumnya. Batu bata yang kedua akan diletakkan di atas batu bata yang pertama; batu bata yang ketiga akan diletakkan di atas batu bata yang kedua, bukan di bawah batu bata yang kedua. Atau, batu bata yang kedua menjadi landasan bagi batu bata yang ketiga. Artinya, untuk bisa melakukan sebuah penelitian pertama anda harus tahu persis di mana orang yang terakhir telah meletakkan “batu batanya” atau anda harus tahu sampai di mana penelitian sebelumnya telah dilakukan. Setelah itu baru anda bisa melakukan penelitian dan hasilnya diletakkan di atas “batu bata” yang ada sebelumnya.





Tanya:
Apakah yang disebut dengan “reinventing the wheel” atau menciptakan kembali roda itu di dalam konteks ini?

Jawab:
Roda adalah barang yang telah dikenal oleh manusia sejak ribuan tahun yang lalu dan telah berevolusi dari hanya sebatang kayu bulat yang diletakkan di bawah sebuah benda berat yang akan dipindahkan menjadi bentuk roda yang modern sekarang ini. Selain itu, roda telah menjadi sebuah penemuan yang telah mengubah kehidupan manusia. Sehingga kalau ada orang yang tiba-tiba mengatakan dirinya menemukan roda lagi, maka anda akan bertanya-tanya dari abad mana ia datang jika tidak ingin dikatakan penjiplak atau orang gila. Dalam konteks penelitian, frasa itu bermakna bahwa jika roda telah diciptakan atau ditemukan, maka tugas selanjutnya adalah, misalnya, menyempurnakan roda tersebut dari kondisinya sekarang, atau menciptakan benda yang akan dipasangi roda, atau lainnya selain daripada menciptakan kembali roda! Demikian juga penelitian. Ibaratnya, anda tidak bisa melakukan sebuah penelitian mulai dari menciptakan “roda” hingga menghasilkan sepedanya dalam satu tahap. Masalahnya ada dua. Pertama, roda telah lama ada dan orang yang berikutnya seharusnya hanya “bertugas” menciptakan benda yang memanfaatkan roda tersebut. Jika anda menciptakan sepeda mulai dari menciptakan roda maka anda pasti menghabiskan sumber daya yang sangat besar. Kedua, alih-alih dihormati sebagai peneliti, dengan mengaku telah menciptakan sepeda dan rodanya, anda akan dituduh sebagai penjiplak karya orang. Jadi intinya, anda harus tahu di mana “batu bata” terakhir telah diletakkan orang. Tugas anda adalah menaruh batu bata yang baru di atas batu bata sebelumnya, untuk selanjutnya menjadi landasan atau pijakan bagi batu bata berikutnya.



Tanya:
Bagaimana caranya bisa tahu penelitian lain yang harus dijadikan pijakan?

Jawab:
Ada banyak cara sebenarnya. Pertama adalah dengan menelaah penelitian-penelitian yang berhubungan dengan topik yang ingin anda teliti. Agar bisa mendapatkan gambaran yang luas tentang topik itu sebaiknya anda menelaah sejauh mungkin hingga ke awal penelitian itu dilakukan. Mungkin bisa hingga ke beberapa puluh tahun yang lalu. Namun usaha ini membutuhkan “energi” yang besar dan sebaiknya hanya dilakukan oleh peneliti level yang lebih tinggi, misalnya pada level S-2 atau S-3. Kedua, anda bisa menemukan pijakan dari penelitian yang paling akhir. Sebuah penelitian yang baik biasanya memiliki sub-bagian yang berisi setidaknya satu atau dua paragraf yang menunjukkan keterbatasan penelitiannya (bukan keterbatasan si peneliti) dan saran si peneliti untuk perbaikan atau pengembangan penelitian yang ia laporkan. Dari sini peneliti setelah peneliti pertama atau peneliti sebelumnya bisa beranjak karena di dalam sub-bagian tersebut biasanya si peneliti terdahulu menunjukkan ke mana peneliti berikutnya harus mengarahkan penelitiannya. Cara ini lebih mudah dan efisien daripada cara yang pertama. Ketiga, adalah dengan melakukan replikasi penelitian lain. Penelitian yang direplikasi sebaiknya adalah penelitian yang terbaru dan diterbitkan di dalam jurnal yang terkemuka dan sebaiknya jurnal itu adalah jurnal asing. Bukan karena asing lebih baik daripada lokal, tapi agar syarat replikasi yang minimal bisa terpenuhi, yaitu sampel yang berbeda di lingkungan yang sangat berbeda, misalnya negara yang berbeda.


Tanya:
Apa yang dimaksud dengan penduplikasian atau penjiplakan?

Jawab:
Penjiplakan adalah suatu usaha yang mengakui karya orang lain sebagai seolah-olah adalah karya anda sendiri tanpa memberi kredit yang semestinya kepada pencipta atau penemunya. Misalnya, jika anda menggunakan simpulan hasil penelitian orang lain di dalam penelitian anda tapi anda tidak menunjukkan di dalam laporan bahwa pernyataan itu berasal dari hasil penelitian orang lain, maka yang anda lakukan ada penjiplakan. Contoh lain adalah jika anda membuat hipotesis hubungan antar variabel independen dengan variabel dependen dan bersikap seolah-olah hubungan itu anda yang temukan atau rumuskan sendiri, sementara sebenarnya ada orang lain yang telah menemukan atau merumuskannya sebelumnya.



Tanya:
Apakah kita harus membuat kutipan atas semua fakta ilmiah yang ada? Misalnya apakah kita harus mengatakan bahwa untuk bisa meningkatkan penjualan maka perusahaan harus beriklan?

Jawab:
Jika yang anda kutip atau acu adalah fakta ilmiah, anda harus menjelaskan dari mana anda memperolehnya. Namun, ada fakta-fakta tertentu yang tidak perlu dijadikan sebagai kutipan lagi. Misalnya pernyataan di atas. Fakta yang sudah mapan (hold) dan diketahui umum (setidaknya di dalam komunitas yang sama dengan peneliti) tidak perlu dikutip lagi. Yang perlu diberikan kutipan hanya fakta-fakta spesifik yang untuk menjadi sebuah pernyataan harus melalui suatu proses penelitian dulu. Misalnya, bahwa investor bereaksi terhadap informasi aliran kas perusahaan. Jika tidak perlu melalui pembuktian ilmiah- walaupun pernyataan tersebut “berbau” ilmiah-, misalnya bahwa besaran laba ditentukan oleh besaran penjualan, anda tidak perlu memberi kutipan sehingga anda tidak perlu bersusah payah untuk mencaritahu siapa yang merumuskannya.


Tanya:
Bagaimana kalau kita tidak tahu bahwa seseorang telah menemukan sesuatu?

Jawab:
Jika itu fakta ilmiah, seharusnya anda mencaritahu siapa yang menemukan atau merumuskannya karena fakta ilmiah perlu pembuktian dan untuk itu seseorang atau sekelompok orang telah membuktikannya. Untuk bisa tahu siapa menemukan apa, anda harus menelaah artikel-artikel yang membahas topik yang berhubungan dengan hal tersebut. Anda boleh saja tidak menemukan siapa penemu awal, tapi setidaknya seseorang pernah mengutipnya di dalam penelitiannya sebelum anda. Jadi kalau suatu fakta ilmiah tidak anda ketahui siapa yang menemukannya atau merumuskannya sebaiknya anda tidak mengutipnya karena tanggung-jawab atas fakta tersebut akan beralih kepada anda jika anda tidak mencantumkan siapa nama orang yang pertama kali menemukan atau merumuskannya.


Tanya:
Apa yang dimaksud dengan pereplikasian?

Jawab:
Pereplikasian adalah sebuah penelitian yang meminjam sebagian besar struktur atau langkah-langkah sebuah penelitian lain. Dalam bentuk yang minor, pereplikasian bisa dilakukan dengan merubah populasi penelitian. Misalnya, anda mereplikasi sebuah penelitian yang dilakukan di negara Inggris ke Indonesia. Di sini anda bisa saja tidak mengubah apapun dari penelitian asing tersebut. Dari sisi bentuk, pereplikasian adalah peminjaman semua struktur penelitian terdahulu tapi dengan menambahkan sebuah variabel yang sebelumnya tidak ada di dalam penelitian itu. Atau, menggunakan model yang berbeda atau instrumen yang berbeda dengan model atau instrumen yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Tapi, apapun bentuknya, ada dua hal yang harus diingat agar tidak terjebak ke dalam penduplikasian atau plagiasi. Pertama, anda harus secara jujur mengatakan bahwa penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian lain. Kedua, alasan logis mengapa misalnya anda mereplikasi penelitian itu di Indonesia. Misalnya, apakah karakteristik populasi di Indonesia memang begitu berbeda dengan karakteristik populasi di Inggris sehingga simpulan kedua penelitian akan berbeda. Atau, apakah model yang digunakan oleh peneliti sebelumnya tidak bisa mendukung teori yang mendasari penelitiannya dan anda menduga model yang lain akan lebih baik. Ketiga, anda harus mengutip dengan benar. Ada beberapa model pengutipan yang benar yang bisa anda pilih. Salah satunya yang tersedia di internet ada di alamat: http://www.nutsandboltsguide.com/quoting.html.



By Rahmat Febrianto On At 3:04 PM

Proposal penelitian

Tanya: 
Sebuah proposal yang baik itu seperti apa? Mengapa ada proposal yang ditolak? 

Jawab: 
Proposal jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti adalah sebuah usulan. Sebuah usulan yang baik adalah usulan yang masuk akal, baik dari sisi si pengusul atau si penelaah (dalam hal ini misalnya dosen pembimbing). Adakalanya sebuah penelitian menurut si pengusul sudah baik, tapi penelaah menolaknya. Usulan itu ditolak setidaknya karena dua alasan. Pertama, penelaah menganggap ide penelitian itu tidak menarik dengan alasan mungkin telah usang atau tidak meyakinkan si penelaah. Kedua, kemungkinan usulan itu memiliki kesalahan metoda yang membuatnya tidak layak untuk diteliti. Misalnya, untuk menyelidiki motivasi tenaga penjual, si pengusul justru menggunakan metoda penelitian kearsipan (archival study) sementara metoda yang lebih tepat adalah dengan wawancara. 


Tanya: 
Bagaimana caranya meyakinkan si penelaah bahwa sebuah ide penelitian layak untuk diteliti?

Jawab: 
Sebuah proposal penelitian harus dimulai dengan uraian yang melatarbelakangi ketertarikan si pengusul pada sebuah fenomena. Untuk itu anda harus menguraikan mengapa fenomena tersebut menarik untuk diteliti dan fakta-fakta yang mendukung argumen anda tersebut harus diuraikan selengkap-lengkapnya. Fakta tersebut bisa berupa data numerik atau hanya berupa temuan-temuan ilmiah yang membentuk rangkaian dan memiliki keterkaitan yang bisa menjelaskan fenomena yang anda amati. Selain itu yang perlu diingat oleh pengusul adalah bahwa yang anda tulis adalah sebuah naskah ilmiah dan isinya harus ringkas dan padat. Anda tidak boleh membuang-buang kalimat atau paragraf untuk suatu diskusi yang tidak perlu. Anda harus sedapat mungkin untuk “mengunci” diskusi pada topik yang ingin anda bahas. Bahkan, kalau bisa, kalimat pertama pada bagian “latar belakang” dimulai dengan kalimat yang langsung menarik perhatian si penelaah. 


Tanya: 
Apa contoh kalimat tersebut? 

Jawab: 
Misalkan anda tertarik dengan fenomena bahwa 90% direktur utama perusahaan-perusahaan di Indonesia bergelar akuntan atau memiliki pendidikan formal akuntansi, setidaknya pada jenjang S-1 dan anda ingin mengkaitkan latar belakang pendidikan direktur utama sebuah perusahaan dengan dugaan bahwa ada pengelolaan laba (earnings management) di perusahaan-perusahaan di Indonesia. Anda bisa memulai kalimat anda seperti di bawah ini. (Catatan: data di atas dan di bawah ini dan nama-nama yang menyertainya hanya rekaan penulis dan hanya dimaksudkan sebagai contoh belaka dan bukan merupakan sebuah fakta ilmiah.) Paragraf pertama Sembilan puluh persen dari direktur utama perusahaan-perusahaan publik di Indonesia memiliki latar belakang pendidikan akuntansi (Febrianto, 2005). Lebih dari 70% mereka (para akuntan yang menjadi direktur utama tersebut) memulai karirnya sebagai akuntan internal dan sisanya berasal dari kantor akuntan publik sebelum akhirnya direkrut sebagai manajer level menengah…. Paragraf kedua Widiastuty (2004) mengungkapkan bahwa 70% dari sampel yang ia teliti menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan publik di Indonesia melakukan pengelolaan laba untuk tujuan memoles kinerja perusahaan agar terlihat lebih baik di mata investor…. Paragraf ketiga atau setelahnya Kebijakan akuntansi sebenarnya hanya memerlukan otorisasi dari direktur keuangan. Tapi jika ada bukti terjadi pengelolaan laba, maka bisa diduga bahwa level yang lebih tinggi juga ikut menentukan. Jika 90% perusahaan publik di Indonesia dipimpin oleh direktur utama yang memiliki latar belakang akuntansi dan 70% dari perusahaan-perusahaan publik itu melakukan pengelolaan laba, maka hubungan antara pengelolaan laba dan latar belakang pendidikan direktur utama adalah pertanyaan empiris yang menarik untuk diteliti. 


Tanya: 
Lalu apa contoh paragraf yang tia langsung menarik perhatian itu? 

Jawab: 
Misalkan anda juga tertarik dengan fenomena yang sama. Akuntan adalah orang yang menjalani pendidikan formal akuntansi pada perguruan tinggi. Di sana mereka diberikan pendidikan yang berkaitan dengan penyiapan dan penyampaian informasi keuangan…. Coba anda bandingkan paragraf pertama ini (“Akuntan…”) dengan paragraf pertama sebelumnya (“Sembilan puluh…”). Paragraf pertama pada contoh yang pertama tidak menyia-nyiakan kesempatan pertama untuk menarik perhatian pembaca dengan langsung menyajikan fakta dan memiliki kaitan dengan ide penelitian. Sementara paragraf pada contoh yang kedua justru “membuang energi” dengan membahas fakta yang telah diketahui oleh umum dan tidak memiliki kaitan langsung dengan ide penelitian. Contoh yang terakhir ini mungkin terlalu ekstrem, tapi jika dari paragraf pertama dan kedua saja sudah tidak menarik perhatian si penelaah, si penelaah akan menduga bahwa paragraf-paragraf setelahnya juga sama. 


Tanya: 
Bagaimana dengan bagian “masalah penelitian”? Apa yang perlu diperhatikan pada bagian ini? 

Jawab: 
Bagian ini secara kasar bisa dikatakan berisi pertanyaan si peneliti tentang fenomena yang diamatinya. Lebih khusus, sebenarnya ada empat “masalah” yang bisa diajukan sebagai pertanyaan oleh si peneliti di dalam bagian ini. Pertama, untuk memecahkan masalah yang saat ini sedang dihadapi. Kedua, si peneliti ingin memperbaiki keadaan yang saat ini sedang berjalan. Ketiga, ada isu konseptual yang perlu penegasan. Keempat, penulis ingin mendapatkan jawaban empirik atas suatu fenomena. Dua masalah yang pertama lebih cocok untuk penelitian kasus dan dua yang terakhir lebih cocok untuk penelitian empirik. Sehingga, jika anda melakukan penelitian empirik, seharusnya isi bagian “masalah penelitian” adalah salah satu atau kedua hal di atas: mempertegas suatu isu konseptual dan/atau memperoleh jawaban empirik. Ada dua alternatif cara penyampaian masalah penelitian ini. Pertama dalam bentuk kalimat tanya dan menyajikannya dalam bentuk poin-poin. Kedua dalam bentuk naratif dan dalam bentuk diskusi. Bentuk yang kedua ini akan lebih informatif dibandingkan dengan bentuk pertama. 


Tanya: 
Bagaimana dengan bagian “tujuan penelitian”? Apa yang perlu diperhatikan pada bagian ini?

Jawab: 
Bagian ini menyatakan apa yang hendak diperoleh dari si peneliti dari penelitiannya itu. Jika dikaitkan dengan masalah penelitian di atas, maka tujuan penelitian itu adalah untuk memperoleh jawaban atas masalah yang sedang dihadapi; memperbaiki keadaan yang sedang berjalan; mempertegas isu konseptual; dan memperoleh jawaban empirik. Cara penyampaiannya juga bisa dengan dua bentuk seperti penyampaian masalah penelitian di atas. Yang sering dimuat di dalam usulan penelitian dan ini perlu diperhatikan ada dua. Pertama, walaupun dari penelitiannya ini si peneliti bisa memperoleh pengetahuan baru tapi seharusnya itu bukan menjadi tujuan penelitian. Si peneliti tentunya tidak harus melakukan penelitian untuk mendapatkan suatu pengetahuan, ia cukup dengan membaca laporan penelitian orang lain. Kedua, walaupun beberapa lama setelah menyelesaikan penelitiannya si peneliti memperoleh gelar sarjana, bukan berarti bahwa untuk itu ia harus meneliti. Jadi seharusnya tidak ada tujuan penelitian untuk memberikan ilmu kepada si peneliti dan/atau untuk memperoleh gelar sarjana. 


Tanya: 
Apa yang disebut dengan survei literatur? 

Jawab: 
Survei literatur adalah penelaahan terhadap semua dokumentasi, baik yang terbit maupun tidak terbit, di dalam area yang berhubungan dengan masalah yang ingin diteliti. Misalnya anda ingin meneliti tentang mengapa pada sebagian perusahaan karyawannya bekerja dengan motivasi yang tinggi melebihi apa yang diminta oleh perusahaan, tapi pada sebagian perusahaan lain, karyawan bekerja hanya dalam batas yang diminta. Untuk bisa memahami mengapa ada perbedaan kinerja tersebut, anda harus mengumpulkan semua bacaan yang relevan dengan masalah di atas. Masalahnya, jika anda tidak melakukan penelaahan, anda kemungkinan hanya akan melihat sebuah fakta hanya dari satu sisi pandang saja. Misalnya, anda hanya akan beranggapan bahwa karyawan cukup diberikan gaji yang tinggi saja agar bisa termotivasi, sementara sebenarnya ada hal lain yang menimbulkan motivasi seorang karyawan. 


Tanya: 
Apa sebenarnya tujuan survei tersebut? 

Jawab: 
Tujuan survei bisa diibaratkan dengan penyusunan kepingan-kepingan mainan bongkar-pasang--walau tentunya tidak selengkap sebuah bongkar-pasang utuh karena sebuah penelitian belum (tentu) akan bisa menjawab semua pertanyaan. Yang anda butuhkan adalah memperoleh kepingan-kepingan penting dari mainan tersebut sehingga anda bisa memperoleh kira-kira gambaran apa yang dibentuknya. Di dalam penelitian, dengan melakukan survei literatur, anda bisa terhindar dari kemungkinan melewatkan satu variabel penting yang bisa saja telah ditemukan di masa lalu oleh peneliti lain. Sehingga anda terhindar dari kesalahan penciptaan roda kembali. Kedua, dengan melakukannya anda akan memperoleh ide yang lebih jelas tentang masalah yang akan anda teliti dan bagaimana masalah itu akan diteliti. Ketiga, anda bisa merumuskan masalah penelitian dengan lebih baik. Anda bayangkan kembali jika anda hanya diberi beberapa keping dari mainan bongkar-pasang anda itu, sementara anda diberitahu bahwa kepingan itu adalah bagian dari kepingan-kepingan yang membentuk gambar seekor gajah. Tentunya anda lebih terbantu jika makin banyak kepingan yang diberikan kepada anda dibandingkan jika hanya satu atau dua kepingan saja. 


Tanya: 
Bagaimana cara melakukan survei ini? Sumber-sumber seperti apa yang bisa saya gunakan?

Jawab: 
Jika penelitian anda dipicu oleh sebuah artikel, maka anda bisa memulai dengan membuka daftar referensi yang ada di artikel tersebut. Jika variabel yang menarik perhatian anda itu dibahas di dalam artikel itu, telusuri semua artikel yang diacu oleh si peneliti yang berhubungan dengan variabel yang ingin anda teliti juga. Dari satu artikel acuan yang berhasil anda dapatkan, anda bisa terus menelusurinya dengan kembali melihat ke bagian daftar referensinya. Begitu seterusnya hingga anda mendapatkan gambaran yang cukup. Jika ada variabel lain yang ingin anda masukkan ke dalam penelitian, maka anda harus mencari literatur yang berhubungan dengan variabel tersebut dan kembali lakukan hal yang sama sejauh anda bisa memperoleh gambaran yang memadai. Sebaiknya mulai dengan sebuah artikel terbaru agar anda lebih jauh menelusur. Jika anda hendak mereplikasi dengan mengubah populasinya, misalnya dari negara lain ke Indonesia, anda harus mengumpulkan bacaan yang berhubungan dengan variabel atau masalah yang sama di Indonesia. Tujuannya adalah untuk mencari pembenar (justification) atas ide anda. Selain daripada artikel, anda bisa juga melakukan survei pada data yang diterbitkan berbagai sumber yang relevan. 


Tanya: 
Sulitkah memperoleh bahan yang dibutuhkan tersebut? 

Jawab: 
Jawabannya relatif. Sebagian institusi memiliki perpustakaan yang lumayan bagus dan menyediakan referensi cetak maupun elektronika. Bagi anda yang tidak bisa memperoleh sebuah artikel secara lengkap karena harus pergi ke perpustakaan yang jauh, maka anda bisa memperolehnya di internet. Sebagian situs di internet masih menyediakan artikel gratis tapi sebagian lagi tidak. Tapi, anda bisa memahami sebuah artikel hanya dengan membaca abstrak penelitian itu saja karena artikel yang bagus berisi intisari penelitian itu. Jika anda benar-benar tertarik dengan artikel tersebut, anda bisa menghubungi si peneliti yang alamatnya biasanya ada di artikel tersebut dan meminta kopi artikelnya secara gratis. Sebaiknya anda menggunakan alamat email resmi di kampus anda jika anda menggunakan email karena biasanya peneliti sangat menghargai warga kampus yang berminat terhadap penelitiannya. Kalau anda beruntung, anda mungkin akan dikirimi kopi cetakan dari artikel aslinya dan mungkin juga data yang mereka gunakan. Kuncinya adalah yakinkan si peneliti bahwa pemahaman terhadap artikelnya adalah kunci utama bagi penelitian anda. Bujukan seperti ini biasanya berhasil.
By Rahmat Febrianto On At 3:00 PM

Kerangka teoretis

Tanya: 
Apakah yang disebut dengan kerangka teoretis? 

Jawab: 
Kerangka teoretis adalah kerangka yang dikembangkan setelah seluruh variabel diidentifikasi dan ditentukan dengan jelas dari survei literatur. Pada tahap pengembangan kerangka teoretis ini, peneliti harus merumuskan hubungan logis antar variabel atau faktor-faktor yang ia temukan pada tahap survei literatur sebelumnya. 


Tanya: 
Apa sebenarnya tujuan pengembangan kerangka teoretis ini? 

Jawab: 
Jika anda telah mengindentifikasi variabel-variabel yang terlibat di dalam fenomena yang anda amati, maka tugas anda selanjutnya adalah memusatkan perhatian pada sejumlah variabel yang benar-benar berhubungan dengan masalah tersebut. Hubungan antar variabel tersebut harus bisa dijelaskan di dalam kerangka teoretis ini. Tidak boleh ada variabel yang hubungannya tidak bisa dijelaskan. Sebaiknya hubungan setiap variabel tersebut didasari oleh bukti empirik. Namun adakalanya bukti tersebut belum ada atau tidak ditemukan oleh si peneliti. Jika itu yang terjadi, peneliti berhak untuk menggunakan logikanya dalam menjelaskan hubungan antar variabel. 


Tanya: 
Apa pula hubungan pengembangan kerangka teoretis ini dengan hipotesis penelitian? 

Jawab: 
Hipotesis sebenarnya adalah dugaan si peneliti sebagai jawaban atas pertanyaan yang ia ajukan di dalam penelitian itu. Untuk bisa menduga dengan benar dan bertanggungjawab, ia harus mendasarkan dugaannya pada bukti dan logika yang masuk akal. Jika ia tidak memiliki dasar atas dugaannya, pembaca tentu tidak akan mempertanyakan kualitas penelitiannya. 


Tanya: 
Apa hubungan antara grand theory dengan pengembangan kerangka teoretis? 

Jawab: 
Grand theory adalah teori utama yang menjadi landasan berpikir si peneliti di dalam penyusunan kerangka teoretisnya. Misalnya, sebuah penelitian yang meneliti perilaku manajer dalam memilih kebijakan penggunaan uang perusahaan bisa menggunakan teori keagenan yang dirumuskan oleh Jensen dan Meckling (1976) sebagai dasar teori. Dari teori tersebut kemudian peneliti membangun atau menjelaskan hubungan antar variabel. 


Tanya: 
Apakah hanya ada satu teori utama di dalam sebuah penelitian? 

Jawab: 
Jika tujuan anda adalah untuk pembuktian kebenaran teori tersebut tentu saja satu teori sudah cukup. Tapi sebagian penelitian dengan sengaja ingin membuktikan teori mana yang lebih tepat untuk menjelaskan fenomena tertentu. 


Tanya: 
Seperti apakah bagian kerangka teoretis yang ada di dalam Bab 2 laporan penelitian itu?
Jawab: 
Tidak ada patokan yang pasti tentang seperti apa bagian ini harus dibuat. Sebagian peneliti menempatkan satu sub-bab khusus terlebih dulu untuk membahas teori(-teori) utama yang menjadi landasan pengembangan kerangka teoretisnya. Sebagian peneliti tidak memberikan ruang khusus, tapi menyelipkannya di dalam bagian ini. Sebagian peneliti yang lain juga memiliki sub-bab khusus yang berisi kaji ulang terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan langsung dengan variabel yang diamati. Baru setelah itu mereka menjelaskan hubungan antar variabel. Tapi sebagian peneliti lain lebih suka dengan langsung menjelaskan hubungan antar variabel dengan melandasinya pada penelitian-penelitian terdahulu. Anda bisa langsung kemudian menurunkan hipotesis anda (jika penelitian anda memiliki hipotesis dan bertujuan untuk menguji hipotesis anda itu) setelah penjelasan masing-masing variabel dan hubungannya dengan variabel lain (Catatan: ini jika penelitian itu memang meneliti hubungan antar variabel karena tidak semua penelitian mesti meneliti hubungan antar variabel). Sebagian peneliti lebih suka memisahkan pembahasan hipotesisnya pada bagian tersendiri dengan mengulang sedikit intisari dari kerangka teoretisnya sehingga hipotesis bisa diturunkan. 

Tanya: 
Apakah ada hal-hal lain selain pengembangan kerangka teoretis yang harus dimasukkan ke dalam Bab 2 itu? 

Jawab: 
Seharusnya tidak ada lagi selain penjelasan logis hubungan antar variabel dan pengembangan hipotesis penelitian. Sebagian peneliti melakukan kesia-siaan dengan menambahkan bahasan yang tidak perlu. Misalnya penelitian yang meneliti respon investor terhadap penerbitan informasi keuangan mencoba memasukkan pengertian saham, jenis-jenis saham, dan sebagainya yang sebenarnya tidak relevan dalam menjelaskan hubungan kedua variabel di atas.
By Rahmat Febrianto On At 2:56 PM

Variabel

Tanya: 
Apakah yang dimaksud dengan variabel? 

Jawab: 
Variabel adalah segala sesuatu yang bisa memiliki nilai berbeda jika kondisi yang mengenainya berubah. Contoh variabel misalnya: unit produksi yang bisa berubah dengan penggunaan mesin baru; motivasi yang bisa berubah karena sistem penggajian. 


Tanya: 
Apakah semua penelitian harus memiliki variabel? 

Jawab: 
Tentu saja harus ada. Jika tidak ada variabel, tidak ada yang akan diukur dan berarti tidak ada penelitian. 


Tanya: 
Apakah harus selalu ada variabel dependen dan independen? 

Jawab: 
Variabel harus selalu ada tapi tidak semua penelitian yang memiliki kedua variabel tersebut. Penelitian yang meneliti korelasi antar variabel atau yang meneliti hubungan kausalitas adalah penelitian yang harus memiliki kedua jenis variabel. Misalnya hubungan antara motivasi pegawai dengan sistem penggajian adalah contoh penelitian yang memiliki variabel dependen (motivasi) dan variabel independen (sistem penggajian). 


Tanya: 
Apa contoh penelitian yang tidak membutuhkan kedua variabel sekaligus? 

Jawab: 
Misalnya penelitian yang ingin melihat perbedaan produktifitas dua kelompok buruh pabrik setelah mereka diberikan pelatihan yang berbeda. Atau, penelitian yang ingin melihat apakah kinerja perusahaan sebelum dan setelah merjer lebih baik atau lebih buruk. Di sini jelas hanya ada satu variabel yaitu produktivitas untuk contoh yang pertama dan kinerja untuk contoh yang kedua.
By Rahmat Febrianto On At 2:53 PM

Hipotesis

Tanya: 
Apakah semua penelitian melakukan pengujian hipotesis? 

Jawab: 
Hipotesis adalah dugaan atau jawaban sementara si peneliti tentang fenomena yang ia amati dengan menggunakan logika dan bukti empirik yang ada. Tapi menurut sebagian ahli, tidak semua penelitian memiliki hipotesis--hanya penelitian yang menguji hipotesis yang harus memiliki rumusan hipotesisnya. Sebagian penelitian adalah penelitian pendahuluan (eksploratori) yang belum pernah dilakukan oleh orang sebelum si peneliti. Sama seperti seorang penjelajah yang masuk ke suatu wilayah yang asing baginya. Karena ia yang pertama meneliti sebuah fenomena, ia barangkali hanya baru bisa mengira-ngira hubungan antar variabel dan tidak memiliki bukti empirik yang mendukung logika yang ia susun itu. Sehingga ia tidak mengajukan hipotesis tapi hanya berupa pertanyaan penelitian atau bisa juga berupa proposisi saja. 


Tanya: 
Bagaimana bunyi hipotesis itu sebaiknya? 

Jawab: 
Hipotesis sebaiknya menggambarkan jawaban sementara si peneliti. Jika penelitian itu ingin melihat hubungan antar variabel, maka bunyi hipotesis tersebut memang harus menunjukkan hubungan antar variabel tersebut. Jika penelitiannya ingin membandingkan dua subyek yang diberi perlakuan yang berbeda, maka hipotesis seharusnya menggambarkan dugaan perbedaan itu. 


Tanya: 
Bisakah anda berikan contoh bunyi hipotesis penelitian yang menggambarkan hubungan korelasional dan kausal antara dua variabel? 

Jawab: 
Misalnya seorang peneliti menduga bahwa manajer akan lebih termotivasi jika selain diberi gaji tetap dan bonus, mereka juga harus diberi saham perusahaan tempat mereka bekerja. Bunyi hipotesisnya adalah seperti berikut. “Semakin besar persentase kepemilikan saham perusahaan oleh para manajer, maka semakin tinggi motivasi mereka dalam bekerja”. Contoh lain, seorang peneliti menduga bahwa efektifitas pengawasan produksi berpengaruh terhadap produk cacat. Hipotesisnya akan berbunyi seperti ini. “Semakin efektif promosi perusahaan, maka semakin rendah produk cacat”. Seorang peneliti menduga bahwa direktur utama yang berlatar belakang pendidikan akuntansi cenderung akan mendorong perusahaan melakukan pemanajemenan laba. Hipotesisnya akan berbunyi seperti berikut. ”Ada korelasi antara latar belakang pendidikan direktur utama dengan manajemen laba”. Seorang peneliti menduga bahwa ada hubungan atau hubungan antara pengumuman penurunan suku bunga dengan indeks harga saham di bursa saham. Hipotesisnya berbunyi sebagai berikut. “Ada hubungan antara perubahan suku bunga dengan indeks saham”. 


Tanya: 
Apa perbedaan antara hipotesis penelitian kausal dengan penelitian yang korelasional? 

Jawab: 
Perhatikan kata-kata yang bergaris bawah pada keempat contoh di atas. Dua contoh yang pertama adalah contoh hubungan kausalitas sedangkan yang dua terakhir adalah contoh korelasi dua variabel. Dua hipotesis yang pertama menggunakan kata “Semakin…, maka semakin…” yang menunjukkan bahwa si peneliti memiliki dasar teoretis dari survei literaturnya bahwa kedua variabel itu memiliki korelasi dan ia bisa menduga arah hubungan kedua variabel tersebut: berbanding lurus atau berbanding terbalik. Sementara pada dua hipotesis terakhir, si peneliti hanya bisa menduga bahwa kedua variabel itu memiliki hubungan atau korelasi. Berbeda dengan yang pertama, peneliti tidak memiliki dasar teoretis yang memadai untuk menduga arah hubungan keduanya. 


Tanya: 
Manakah yang lebih baik: penelitian yang menyelidiki kausalitas dua variabel atau penelitian yang hanya meneliti korelasi antara keduanya? 

Jawab: 
Sebenarnya tidak bisa dikatakan mana jenis penelitian yang lebih baik. Tapi yang pasti adalah bahwa penelitian yang pertama (kausal) tidak bisa dilaksanakan tanpa telah dipastikannya korelasi kedua variabel melalui penelitian-penelitian atas kedua variabel tersebut. Artinya penelitian yang korelasional menjadi landasan bagi penelitian yang kausal. 


Tanya: 
Apakah yang dimaksud dengan pernyataan “jangan melakukan latihan statistika belaka saja”? 

Jawab: 
Apakah hubungan antara hubungan tinggi rumput di halaman rumah anda dengan tingkat penjualan perusahaan? Apakah hubungan antara besar kecilnya gaji dosen dengan laba perusahaan? Apakah hubungan antara datangnya musim hujan dengan indeks harga saham? Jika anda diberikan semua data variabel-variabel di atas dan mengujinya secara statistis, maka anda mungkin akan memperoleh hubungan yang positif atau negatif. Tapi apakah hasil penelitian itu didasarkan pada teori yang memadai? Jawabannya tentu saja tidak ada teori yang bisa menjelaskannya sama sekali. Bahkan logika pun tidak bisa membantu menjelaskan hubungan-hubungan kedua variabel di atas. Penelitian atas hubungan kedua variabel di atas adalah contoh latihan statistis memang bukan sebuah penelitian. Sebuah penelitian harus didasari oleh sebuah teori atau setidaknya logika yang masuk akal.
By Rahmat Febrianto On At 2:47 PM

Data dan sumber data

Tanya:
Apa beda antara data primer dan data sekunder?


Jawab:
Data primer adalah data yang diperoleh si peneliti melalui pengamatan atau wawancara di lapangan. Sementara data sekunder diperoleh dari sumber penyimpanan data sekunder. Data yang diambil dari pustaka, dipesan dari bank data sebuah institusi, ataupun yang diperoleh dari internet bukanlah data primer, melainkan data sekunder.




Tanya:
Dari mana saja sumber data primer itu?


Jawab:
Sumber data primer setidaknya bisa terbagi menjadi tiga: grup fokus, panel, dan dari pelacakan.




Tanya:
Bisakah dijelaskan apa yang dimaksud dengan grup fokus tersebut?


Jawab:
Grup fokus (focus group) ini biasanya adalah satu kelompok yang terdiri dari 8 hingga 10 orang anggota dengan seorang moderator yang memandu diskusi kurang-lebih selama dua jam. Diskusi biasanya tentang sebuah topik, konsep, produk, atau hal lainnya. Anggota grup dipilih didasarkan kepada keahlian mereka sesuai dengan topik yang informasinya dibutuhkan. Tujuannya adalah untuk memperoleh kesan, interpretasi, dan opini responden dalam format diskusi yang bebas, fleksibel. Di sini diharapkan muncul respon yang tidak direncanakan dan spontan yang menggambarkan opini, ide, dan perasaan yang sesungguhnya dari anggota.




Tanya:
Jika saya ingin menggunakan disain pengumpulan data seperti ini, hal-hal apa yang harus saya perhatikan?


Jawab:
Disain ini relatif tidak terlalu mahal untuk dilaksanakan dan data bisa langsung dianalisis. Namun data yang diperoleh hanya bisa data kualitatif, bukan data kuantitatif. Selain itu, anda harus memiliki seorang moderator yang cakap yang bisa mengarahkan diskusi sesuai dengan topik dan informasi yang ingin diperoleh. Ada kalanya anda tidak perlu menempatkan seorang moderator di dalam ruangan dan anda bisa membiarkan semua anggota grup ada di dalam ruangan dan mengamati perilaku mereka atau diskusi mereka dari luar ruangan, misalnya dari cermin dua-arah. Terakhir, jika anda mengharapkan generalisasi hasil, disain ini tidak bisa memberikannya kepada anda karena pendapat grup tidak akan bisa mencerminkan pendapat populasi.




Tanya: Mohon jelaskan pula tentang panel sebagai sumber data primer!


Jawab:
Metoda ini berbeda sedikit dengan grup fokus. Grup fokus hanya melakukan pertemuan pada satu sesi, sementara panel lebih daripada satu sesi. Metoda panel cocok untuk dilakukan jika peneliti ingin melihat efek dari suatu intervensi atau perubahan terhadap responden dalam suatu rentang waktu. Anggota panel dipilih secara acak, berbeda dengan anggota grup fokus yang dipilih berdasarkan keahlian. 


Tanya: 
Seperti apa intervensi yang dimaksud di dalam panel ini? 

Jawab: 
Misalnya anda ingin tahu efek dari suatu iklan terhadap minat beli seseorang. Maka, di dalam disain ini anda berikan kepada mereka iklan produk biskuit dan kemudian anda nilai minat beli mereka setelah itu. Beberapa bulan kemudian anda bisa membentuk lagi sebuah panel dan memberikan kepada mereka iklan produk yang sama tapi dengan rasa yang berbeda dan kemudian menguji kembali minat beli mereka. 


Tanya: 
Jika ada jarak waktu antara studi yang pertama dan yang kedua, apakah saya harus menggunakan anggota panel yang sama ataukah saya boleh menggunakan anggota yang berbeda? 

Jawab: 
Sebenarnya ada dua bentuk panel: statis dan dinamis. Model statis memiliki anggota yang sama sedangkan model dinamis memiliki anggota yang berbeda dari waktu ke waktu setiap kali tahapan penelitian berubah. 


Tanya: 
Kalau demikian mana yang lebih baik? 

Jawab: 
Metoda statis memiliki keunggulan karena tia memberikan ukuran yang baik dan sensitif atas perubahan yang terjadi di antara dua titik waktu. Sedangkan kelemahannya adalah bahwa anggota panel dapat menjadi sangat sensitif dengan perubahan karena wawancara yang tidak berlanjut sehingga pendapat mereka tidak lagi akan mewakili pendapat orang yang ada di dalam populasi. Selain itu anggota juga bisa akan keluar dari panel karena berbagai alasan sehingga menimbulkan bias mortalitas (Catatan: bias mortalitas ini akan dibahas tersendiri.) Sementara, kelemahan dan keunggulan metoda panel dinamis adalah kebalikan panel statis. 


Tanya: 
Jelaskan pula apa yang disebut dengan data pelacakan! 

Jawab: 
Data ini berasal dari sumber-sumber yang tidak melibatkan orang. Misalnya, jika anda ingin mengetahui makanan berpengawet apa saja yang dikonsumsi oleh seseorang selama ia di rumah, anda bisa melakukannya melihat langsung ke dalam tong sampahnya dan mencatat kaleng atau bungkus makanan apa yang ada di dalamnya. Contoh lain, catatan sipil bisa menjadi sumber tentang kelahiran, kematian, dan perkawinan di dalam suatu kota; catatan perusahaan bisa memberikan informasi tentang karyawan perusahaan. 


Tanya: 
Apakah sebuah penelitian hanya menggunakan salah satu dari kedua jenis data (primer dan sekunder) itu ataukah bisa keduanya sekaligus? 

Jawab: 
Sebuah penelitian bisa menggunakan hanya salah satu dari kedua jenis data di atas, pun juga bisa menggunakan keduanya sekaligus di dalam sebuah penelitian. 


Tanya: Lalu apa kriteria sebuah penelitian harus menggunakan jenis data primer atau sekunder? 

Jawab: 
Pemilihan jenis data primer atau sekunder dipengaruhi oleh bagaimana variabel tersebut akan diukur oleh peneliti. Sebagian variabel karena sifatnya hanya bisa diukur dengan melalui observasi atau wawancara, misalnya motivasi. Tinggi rendah motivasi tidak akan bisa diperoleh dari sumber sekunder, melainkan dari wawancara atau observasi terhadap karyawan tersebut. Sedangkan data kinerja keuangan perusahaan tidak perlu dikumpulkan melalui wawancara-walaupun dari sana bisa diperoleh data kinerja keuangan-tapi bisa langsung dengan melihat ke dalam laporan keuangan perusahaan. 


Tanya: 
Jika data ingin dikumpulkan, metoda-metoda apa saja yang bisa digunakan untuk pengumpulan data tersebut, lepas dari data primer atau sekunder? 

Jawab: 
Ada empat metoda pengumpulan data yang bisa digunakan: melalui wawancara, kuesioner, observasi, dan pelacakan. 


Tanya: 
Mohon jelaskan bagaimana pengumpulan data melalui wawancara itu dilakukan dan ada berapa bentuk wawancara yang bisa dipilih! 

Jawab: 
Wawancara adalah proses pengumpulan data dengan cara mendapatkannya langsung kepada responden dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Wawancara ini ada yang terstruktur, tidak terstruktur. Keduanya bisa dilakukan melalui pertemuan langsung antara pewawancara dengan responden atau melalui telpon. 


Tanya: 
Apa perbedaan antara wawancara tidak terstruktur dengan yang terstruktur? Apa yang menjadi pertimbangan jika saya harus memilih salah satu metoda wawancara tersebut?

Jawab: 
Wawancara ini dilakukan jika anda belum memiliki urutan pertanyaan yang harus diajukan kepada responden anda. Tujuan wawancara ini adalah untuk mendapatkan gambaran awal tentang masalah sehingga anda bisa menentukan variabel apa yang harus diselidiki nantinya. Pada tahap ini pertanyaan-pertanyaan yang anda ajukan hanyalah pertanyaan yang bersifat terbuka, yang memberikan jawaban yang menggambarkan persepsi seseorang tentang suatu hal. Karena anda hanya ingin memperoleh gambaran awal tentang suatu hal, maka wawancara ini lebih cocok dilakukan pada tahap awal penelitian anda, ketika anda ingin mengetahui area masalah. Setelah anda tahu isu apa yang harus anda jadikan fokus, baru anda menggunakan wawancara yang terstruktur. Wawancara terstruktur dilakukan jika sejak awal anda sudah tahu informasi apa yang dibutuhkan. Anda harus memiliki sebuah daftar yang memuat pertanyaan-pertanyaan yang telah anda susun sebelumnya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus memfokus pada faktor-faktor yang muncul pada tahap wawancara tidak terstruktur yang dilakukan sebelumnya. Setiap responden yang anda tanyai akan diajukan pertanyaan yang sama. 


Tanya: 
Adakah teknik pengajuan pertanyaan yang harus diperhatikan dalam berwawancara?

Jawab: 
Pertama, untuk wawancara yang tidak terstruktur, anda harus mengajukan pertanyaan yang mengarahkan pada satu fokus pertanyaan. Misalnya, “Bagaimana perasaan anda bekerja di perusahaan ini”? Kedua, jangan memberikan pertanyaan yang bias yang bisa menyebabkan responden anda terarah pada satu jawaban. Misalnya, anda lebih baik bertanya, “Coba ceritakan tentang pengalaman anda bekerja dengan manajer A”, dan hindari bertanya seperti, “Oh, pasti anda bosan bekerja dengan manajer A”. Ketiga, anda harus memperjelas suatu isu agar responden bisa menangkap pertanyaan dan menjawab sesuai dengan inti pertanyaan. Misalnya, di anda ingin tahu apakah karyawan terganggu dengan kondisi bahwa banyak posisi di dalam perusahaan diisi oleh orang-orang yang dekat dengan direktur walaupun pengalamannya masih kurang, bukannya oleh orang-orang yang berpengalaman dan mengajukan pertanyaan, “Kondisi di perusahaan tidak adil. Ada orang yang menduduki posisi hanya karena ia dekat dengan pimpinan, tidak orang yang cakap di bidangnya”. Anda bisa mengubah kalimatnya menjadi lebih jelas seperti, “Menurut anda apakah memang anda harus mendekati bos anda agar bisa menduduki posisi tertentu seperti orang-orang lain”? Keempat, anda harus bisa membantu responden untuk memahami suatu isu sehingga terhindar dari respon jawaban, “Ya” atau “Tidak” saja ketika anda sebenarnya ingin jawaban yang lebih dari sekadar itu. Kelima, selalulah mencatat, bisa sepanjang wawancara dilakukan atau segera setelah wawancara selesai. Tujuannya adalah agar anda tidak kehilangan jawaban-jawaban penting yang mungkin bisa mengungkap isu lain yang belum teridentifikasi sebelumnya. 


Tanya: 
Wawancara manakah yang lebih baik saya lakukan: tatap-muka atau telpon? 

Jawab: 
Yang perlu anda pertimbangkan adalah kelebihan dan kekurangan masing-masing metoda. Melalui tatap-muka, anda bisa menyesuaikan pertanyaan, menegaskan pertanyaan, dan menjamin bahwa pertanyaan anda bisa dipahami responden. Anda juga bisa menangkap petunjuk non-verbal dari responden anda ketika ia menjawab pertanyaan. Misalnya, responden bisa saja mengatakan persetujuannya tapi dengan mimik muka yang menunjukkan hal sebaliknya. Kekurangan metoda ini adalah batasan geografis karena anda harus menemui mereka di manapun mereka berada. Jika anda harus meminta orang lain mewawancarai mereka, pelatihan mereka bisa mahal. Terakhir, sebagian responden merasa terganggu dengan identitas mereka ketika berhadapan dengan pewawancara walaupun ada jaminan bahwa identitas mereka tidak akan diungkap. Melalui wawancara telpon anda bisa mewawancarai responden dalam wilayah geografis yang sangat luas dan dalam jangka waktu yang lebih pendek. Responden juga akan merasa lebih nyaman daripada harus bertatap-muka langsung dengan pewawancara. Wawancara telpon ini memiliki kekurangan karena anda tidak bisa menangkap bahasa tubuh responden seperti ketika bertatap-muka. Masalah yang lebih besar adalah jika responden memutuskan wawancara secara tiba-tiba dengan berbagai alasan dan tanpa bisa dicegah oleh pewawancara. 


Tanya: 
Masih adakah hal-hal lain yang bisa menyebabkan bias hasil pada berwawancara? 

Jawab: 
Banyak hal lain yang bisa menimbulkan bias. Di antaranya, kesibukan responden, suasana hati mereka, respon mereka terhadap isu-isu sensitif, kepribadian mereka, kalimat pembuka wawancara, dan nada suara pewawancara. Ketika anda memilih untuk mewawancarai melalui telpon dan mengandalkan buku telpon sebagai sumber pemilihan sampel responden, sebagian orang mungkin tidak lagi ada di alamat yang tertera di buku dan ada sebagian orang tidak terdaftar di dalam buku yang bisa jadi lebih kompeten menjawab pertanyaan anda. 


Tanya: 
Apakah yang dimaksud dengan pengumpulan data menggunakan kuesioner itu? 

Jawab: 
Kuesioner adalah sebuah set pertanyaan yang telah disusun dan responden menggunakannya untuk mencatat jawabannya. Biasanya jawaban-jawaban atas pertanyaan ada dalam bentuk alternatif-alternatif jawaban. 


Tanya: 
Ada berapa jenis metoda penyampaian kuesioner? 

Jawab: 
Setidaknya ada tiga metoda penyampaian kuesioner yaitu kuesioner yang diantar sendiri, kuesioner yang dikirim melalui pos atau jasa kurir, dan yang dikirim secara elektronis. 


Tanya: 
Apa maksud dari kuesioner yang diantar sendiri itu? 

Jawab: 
Jika responden anda berada di dalam wilayah yang relatif tidak jauh dari lokasi anda, dan anda memiliki sumber daya untuk menyampaikan kuesioner tersebut ke responden anda, maka sebaiknya metoda ini yang dipilih. Penggunaan metoda ini akan bisa menghemat waktu respon karena anda bisa langsung berhubungan dengan responden anda dan memperoleh jawaban darinya. Responden juga bisa langsung menanyakan pertanyaan atau poin lain yang meragukan. 


Tanya: 
Lalu apa bedanya metoda ini dengan wawancara? Bukankah anda juga akan mengajukan pertanyaan dan berhadapan langsung dengan responden? 

Jawab: 
Metoda kuesioner lebih murah dibandingkan dengan wawancara karena anda tidak perlu melatih orang secara khusus untuk bisa melakukan wawancara. Waktu yang anda butuhkan untuk mengumpulkan seluruh jawaban dari satu orang juga lebih singkat dibandingkan dengan berwawancara. 


Tanya: 
Terangkan juga apa yang dimaksud dengan kuesioner yang dikirim lewat pos atau kurir itu!

Jawab: 
Metoda ini hanya berbeda dari cara pendistribusian kuesioner ke responden. Hal ini dipilih karena biasanya kuesioner harus disebar di wilayah yang lebih luas sehingga jika diantar sendiri akan memakan waktu yang panjang dan biaya yang besar. Ada kalanya responden berasal dari seluruh negara. 


Tanya: 
Lalu bagaimana cara agar kuesioner bisa kembali? 

Jawab: 
Biasanya peneliti menyediakan amplop khusus atau lembar kuesioner tersebut tinggal dilipat dan dikirim ke alamat yang telah ditulis di amplop atau di lembar kuesioner tersebut. Biasanya, untuk menjamin pengembalian kuesioner, peneliti akan menyertakan perangko di amplop tersebut atau menggunakan perangko berlangganan dari kantor pos. 


Tanya: 
Apakah ada jaminan bahwa seluruh kuesioner yang dikirim tersebut akan kembali? 

Jawab: 
Tidak ada sama sekali. Pertama, alamat yang dikirimi mungkin tidak lagi merupakan alamat responden yang dituju. Kedua, responden, walau telah menjawab semua pertanyaan, merasa “malas” untuk datang ke kantor pos untuk mengirimkan kembali kuesioner yang telah dijawabnya tersebut. Ketiga, kuesioner tersebut bisa saja tidak pernah diisi oleh responden. 


Tanya: 
Lalu bagaimana caranya untuk mendorong orang mengembalikan kuesioner tersebut?

Jawab: 
Anda bisa menelepon atau mengirimkan surat susulan untuk menanyakan kuesioner anda. Selain untuk mengingatkannya, ini juga bisa untuk mengantisipasi kemungkinan anda mengirim ke alamat yang salah atau kuesioner tersebut tidak pernah ia terima karena alasan lain, sehingga anda dapat mengirimkannya kembali. 


Tanya: 
Sebagian orang khawatir bahwa walaupun kuesioner kembali, jawaban yang diberikan bisa saja tidak valid. Benarkah demikian? 

Jawab: 
Bukan jawabannya yang tidak valid, tapi bisa saja kuesioner tersebut dijawab oleh orang lain selain dari responden yang dituju. Misalnya, jika yang dituju adalah direktur utama, dia bisa saja memerintahkan salah seorang stafnya untuk menjawab pertanyaan namun tetap si direktur yang menandatangani kuesioner tersebut. Penyebabnya bisa macam-macam, bisa dari alasan kesibukan atau kompetensinya yang tidak sesuai dengan pertanyaan. Misalnya, seorang direktur yang berlatarbelakang non-keuangan ditanya dengan pertanyaan berbau keuangan. 


Tanya:
Lalu bagaimana caranya untuk mengatasi masalah ini? 

Jawab: 
Selipkan satu atau dua pertanyaan yang tujuannya untuk memastikan bahwa yang menjawab memang adalah responden yang diinginkan. Misalnya untuk memastikan bahwa ia memang adalah direktur yang anda maksud, anda bisa mengajukan pertanyaan pribadi, misalnya riwayat karirnya di dalam daftar pertanyaan anda. Tanyakan pada ketika menjabat apa dan kapan ia merasa ia paling puas atau paling tidak puas. Anda nanti tinggal mencocokkan jawabannya dengan mengkonfirmasi pertanyaan itu ke dia atau ke orang lain atau ke database yang anda punya. Tapi perlu diingat agar anda harus menyelipkan pertanyaan itu sedemikian rupa sehingga orang yang menjawab tidak merasa sedang dikonfirmasi. 


Tanya: 
Lalu bagaimana dengan kuesioner yang dikirim secara elektronis? 

Jawab: 
Media pengiriman pos bisa diganti dengan media pengiriman melalui e-mail. Anda bisa merancang e-mail yang memungkinkan responden mengisi jawaban langsung di monitor, tanpa harus mencetaknya ke kertas, dan kemudian mengirimkan kembali ke pada anda secara elektronis. Cara ini lebih murah dan praktis karena anda bisa mengirim ke banyak responden dengan biaya murah. 


Tanya: 
Jika saya ingin membuat kuesioner, apa yang harus saya perhatikan dalam pengajuan pertanyaan? 

Jawab: 
Ada beberapa hal yang harus anda perhatikan. Pertama, pertanyaan bisa berupa pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup. Pada pertanyaan terbuka, responden punya kebebasan untuk menjawab pertanyaan sesuai dengan keinginan mereka. Misalnya, “Apa yang anda keluhkan dengan pekerjaan anda sekarang”? Sedangkan pertanyaan tertutup hanya memberikan beberapa pilihan jawaban kepada responden. Misalnya, dengan pertanyaan yang sama dengan pertanyaan di atas, anda berikan 10 hingga 15 pilihan jawaban yang mungkin berhubungan dengan keluhan mereka dan memberikan peringkat atas pilihan-pilihan mereka tersebut. Bentuk lain, bisa berupa kuesioner yang menggunakan skala nominal, ordinal, atau Likert. Kedua, jangan selalu mengajukan pertanyaan dengan kalimat positif atau negatif saja. Jika anda melakukannya, maka ada kecenderungan responden akan menjawab pada satu sisi jawaban saja. Misalnya, jika anda memberikan lima alternatif jawaban dari “(1) sangat tidak setuju” hingga “(5) sangat setuju”, dengan hanya bertanya dengan kalimat positif sejak awal dan diikuti dengan pertanyaan positif lain seperti, “Saya merasa bahwa saya puas dengan pekerjaan saya”, maka ada kecenderungan responden akan menjawab dengan pilihan yang sama dengan pertanyaan sebelumnya yang juga bernada positif. Namun, jika kemudian anda mengubah kalimat menjadi negatif, “Saya tidak merasa puas dengan pekerjaan saya”, maka kecenderungan untuk mengulang jawaban akan bisa dihindari. Setidaknya, dengan bertanya dalam bentuk kalimat yang berbeda, responden akan berhati-hati dalam menjawab. Ketiga, anda jangan sampai mengajukan dua pertanyaan dalam satu kalimat. Satu kalimat hanya untuk satu jawaban. Misalnya, “Apakah menurut anda manajer anda adalah orang yang kompeten dan anda puas dengan pekerjaan anda”? Alternatif jawaban dari pertanyaan di atas ada empat: manajer dinilai kompeten dan karyawan puas; manajer kompeten dan karyawan tidak puas; manajer tidak kompeten dan karyawan puas; dan manajer tidak kompeten dan karyawan tidak puas. Jadi, hindari untuk mengajukan pertanyaan seperti ini karena hanya akan merugikan anda karena apapun jawaban responden tidak akan bisa anda pahami tanpa bertanya kembali kepada responden. Keempat, jangan mengajukan pertanyaan yang membingungkan. Misalnya, “Menurut anda perusahaan baik atau tidak”? Responden akan bingung untuk menjawab pertanyaan ini karena “baik atau tidaknya” perusahaan dalam hal apa: kondisi keuangan, perlakuan terhadap karyawan, kepatuhan terhadap hukum, ataukah terhadap hal lainnya? Kelima, jangan mengajukan pertanyaan yang membuat responden harus mengingat-ingat kembali memori yang telah lama. Misalnya, anda menanyakan, “Setelah sekian lama bekerja, apakah ada perbaikan sistem penggajian sejak pertama anda bekerja”? Jika ternyata, walau tanpa sadari, responden yang anda tanyai telah bekerja selama 30 tahun di perusahaan dan ia tidak bisa mengingat kondisi ketika ia pertama kali bekerja, maka jawaban yang ia berikan bisa bias. Keenam, jangan ajukan pertanyaan yang mengarahkan responden pada satu jawaban yang sebenarnya anda tuju juga. Misalnya, “Apakah anda tidak sadar bahwa pendapatan anda tidak disesuaikan dengan kinerja anda”? Jawaban atas pertanyaan seperti ini akan bias. Ketujuh, jangan ajukan pertanyaan yang memiliki kandungan yang memancing emosi atau yang mendorong responden tidak menjawab dengan rasional. Misalnya, “Sejauh mana menurut anda manajemen akan marah jika anda mogok bekerja”? Atau, “Jika perusahaan menurunkan gaji anda, apakah karyawan akan berdemo”? Kata-kata “marah”, “mogok”, “menurunkan gaji”, dan “berdemo” adalah kata-kata yang mengandung nilai emosi yang bisa menyebabkan responden menjawab pertanyaan dengan bias. Kedelapan, anda jangan mengajukan pertanyaan yang mendatang respon sosial. Misalnya, “Apakah menurut pegawai yang tua dipensiunkan saja”? Jawaban responden terhadap pertanyaan ini akan cenderung “Tidak” karena sebagian besar masyarakat tidak akan menerima pernyataan yang seperti itu karena usia karyawan tidak mesti mempengaruhi kinerja mereka. Kesembilan, perhatikan panjang kalimat anda. Jangan menyusun kalimat yang panjang yang membuat orang harus membaca lebih dari satu kali. Kali pendek lebih disukai oleh responden. 


Tanya: 
Selain kesembilan hal tersebut, apakah masih ada yang harus diperhatikan dalam penyusunan pertanyaan? 

Jawab: 
Jika anda ingin memperoleh jawaban “Ya” atau “Tidak”, anda harus memperhatikan contoh kalimat berikut: “Tidakkah anda pernah diberikan penghargaan atas prestasi anda menaikkan penjualan perusahaan tahun lalu”? Masalah timbul jika si responden tidak atau belum pernah diberi penghargaan oleh perusahaan atas kinerjanya tersebut. Ia akan ragu untuk memilih jawaban yang mana karena di dalam berbahasa Indonesia, anda sering tidak awas dengan masalah ini. karena di dalam bahasa Indonesia tanpa disadari ada dua gaya bahasa: resmi dan tutur. Yang berbahaya adalah jika gaya bahasa tutur yang mengambil peran dalam menjawab pertanyaan tersebut. Responden bisa saja menjawab (di dalam benaknya): “Ya, saya tidak pernah diberi penghargaan” dan kemudian ia memilih jawaban “Ya” ketika, sesuai dengan fakta, ia seharusnya menjawab, “Tidak, saya tidak pernah diberi penghargaan”. Jadi, anda harus berhati-hati dalam mengajukan pertanyaan bernada negatif seperti itu. Jika anda harus menggunakan kalimat negatif, pastikan alternatif jawabannya tidak membingungkan responden dan anda sendiri. 


Tanya: 
Bagaimana dengan fisik kuesioner? Apa yang harus diperhatikan? 

Jawab: 
Pertama, jangan terlalu tebal karena anda bisa membuat responden bosan. Usahakan agar kuesioner itu tidak “melelahkan mata”. Anda bisa menambahkan gambar wajah Chernoff, alih-alih narasi (“sangat setuju” sampai dengan “sangat tidak setuju”) untuk kelompok responden tertentu ketika anda mengajukan pertanyaan. Kemudian, yang jangan juga lupa sapalah responden anda di halaman pertama dan yakinkan dia betapa pentingnya peran si responden di dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dan ucapkanlah terima-kasih anda pada akhir kuesioner.
By Rahmat Febrianto On At 2:15 PM